Pertama; saat masih menjadi bocah kecil, sibling rivalry (persaingan
antar saudara) di dalam keluarganya telah amat parah. Dengki
kakak-kakaknya pada dirinya begitu tinggi. Kebencian pada adik sendiri
itu meruyak menjadi permufakatan yang amat jahat.
Kedua; dia
mengalami percobaan pembunuhan yang amat sadis, dilempar ke dalam sumur
menjelang senja. Bayangkan sosok mungil itu direnggut dari Ayah &
Bunda yang menyayanginya, terluka, sendirian, sempit, gelap, sunyi.
Pengalaman semacam ini amat memicu trauma. Claustrophobia (takut pada
ruang sempit tertutup) dan Auchlophobia (takut pada gelap) dapat menjadi
gejala yang membayangi hidupnya.
Ketiga; dia menjadi korban
human trafficking (perdagangan manusia). Kafilah niaga yang tak sengaja
menemukannya ketika mengulurkan timba ke dalam sumur bersegera
menjualnya sebagai budak dengan harga amat murah.
Keempat; dia
mengalami sexual abuse (kekerasan seksual) dari orang yang amat
dihormatinya. Nyonya rumah yang muda & cantik itu mengurungnya di
ruangan tertutup, menggodanya, & menarik bajunya hingga robek. Lalu
ketika Sang Tuan pulang, wanita bertipudaya itu balik memfitnahnya.
Kelima; dia mengalami sexual harrasment (perundungan seksual); ketika
dengan niat balas dendam atas pergunjingan para wanita bangsawan
padanya, oknum istri pejabat yang menggodanya itu menghimpun sebuah
perjamuan, memaksa sang bujang tampil dengan pesonanya di tengah mereka.
Para wanita yang mengiris jari itu, memintanya melakukan 'sesuatu' yang
dijawabnya, "Duhai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada melakukan
apa yang mereka ajakkan padaku."
Keenam; kriminalisasi. Dia harus
hidup dalam penjara bukan karena kesalahannya. Dari sebuah kehidupan
bangsawan yang megah dan mewah dia dijerembabkan ke dalam sel yang
sempit dan jorok. Dia menjalaninya dengan tetap berdakwah pada kawan
sejerujinya.
Ketujuh; pengkhianatan. Kawan yang dinubu'atkannya
akan bebas dan menjadi penuang minuman raja, telah dipesan agar menyebut
tentang dirinya di hadapan sang penguasa demi tegaknya keadilan. Tapi
kawan itu lupa. Bertahun-tahun lamanya.
Jikapun sampai di sini
saja; bukankah cukup alasan baginya untuk merasa bahwa hidupnya hancur,
untuk menyimpan dendam, untuk merasa dunia ini kejam, untuk menyalahkan
berbagai pihak & hal, serta untuk melakukan sesuatu yang keji namun
selalu ada pembenarannya?
Tapi si ganteng itu memang menakjubkan.
Dia tampil untuk menjadi penyelamat negeri dari paceklik mematikan. Dia
tampil menanggung amanah yang tak sanggup dipikul orang lain. Dia mampu
mengampuni semua yang pernah berlaku buruk dan menjadi sebab segala
jatuh bangun dan seak-seok hidupnya. Dia rangkul sebelas bintang, bulan,
dan matahari yang hendak bersujud itu supaya bersatu dalam pelukan
damai, silatil arham, dan kemaafan.
Si ganteng itu, Yusuf 'Alaihis Salaam.
Maka di awal hikayat Allah menyebut kisahnya sebagai "sebaik-baik
ceritera". Maka di akhir penceritaan Allah menegaskan bahwa dalam
sebaik-baik kisah itu terdapat 'ibrah, pelajaran bagi orang-orang yang
mendalam pemahamannya.
Dan kita amat ingin belajar menjadi si
ganteng yang amat gagah menghadapi segala ketentuan Allah pada dirinya.
Gagah justru karena bersandar kepada Allah. Sebab kuat lemahnya
seseorang tergantung siapa sandarannya.
Sepahit apapun hidup
kita, segetir apapun pengalaman diri, separah apapun lika-liku yang kita
lalui; Yusuf adalah hujjah Allah agar kita tetap gagah menghadapi hidup
ini. Semua insan hidup dalam berbagai bentuk ujian. Barangkali
bentuknya tak serupa. Pun pula kadarnya berbeda. Tapi hakikatnya tetap
sama.
Kepada kawan-kawan yang diuji dengan SSA (Same Sex
Attraction) misalnya, menarik mundur garis waktu mungkin memang membuat
Anda menemukan pembenaran diri dan sesuatu yang dapat disalahkan. Tapi
jalan yang gagah adalah untuk tetap kembali pada Allah, mendengarkan
nurani, dan menyimak apa firmanNya tentang tetap nista dan buruknya
jalan untuk jatuh ke dalam aktivitas LGBT.
Semua insan diuji baik
ketika berhadapan dengan syubhat bagi fikirannya maupun syahwat bagi
hawa nafsunya. Rekan-rekan yang normalpun diuji Allah dengan betapa
maraknya perzinaan, dan betapa dahsyatnya 'aurat diumbar. Semua diuji,
ketika di gadget kita, berpindah dari keshalihan pada kemunkaran
hanyalah satu kali klik atau satu sentuh tap.
Maka dibanding
mereka, ujian anda hanya ditambah satu hal lagi; bahwa goda-goda
syaithani bukan hanya lewat lawan jenis, melainkan melalui yang jauh
lebih dekat, lebih akrab, lebih samar, lebih liar, lebih menantang.
Maka jadilah gagah karena selalu terhubung kepada Allah. Jadilah gagah
dalam fikir karena syubhat tentang keadaan kita telah disibak oleh
Quran. Jadilah gagah dalam rasa karena syahwat yang hendak menarik kita
dalam dosa telah selalu kita adukan dengan taubat nashuha dalam hening
bersamaNya.
Dia yang memperjalankan Yusuf dalam sebaik-baik
kisah, juga menjaminkan sebaik-baik akhir bagi yang berani bertarung
untuk menaklukkan syahwat dan hawa nafsunya.
"Dan adapun orang
yang takut pada keagungan Rabbnya dan mencegah diri dari hawa nafsunya;
maka surgalah tempat tinggalnya." (QS An Naazi'aat [79]: 40-41)
Selamat berhijrah. Selamat berjihad. Selamat menjadi gagah dengan
bersandar kepada Allah. Dan selamat menonton "Ketika Mas Gagah Pergi",
#kmgpthemovie,
yang di dalamnya ada pesan Mas Fisabilillah untuk "Move on! Moving on
where? To what Allah say yes! Yes untuk sesuatu yang lebih baik!"
Sumber : FB Salim A. Fillah