Selasa, 30 Desember 2014

Filled Under:

PENGALAMAN IKUT LAUNCHING KOMUNITAS KEISLAMAN : SEHARI SATU JUZ (ODOJ) DAN TAHAJUD BERANTAI (KUTUB)


Jakarta –Media Intajiyah Online, Mengikuti perkembangan keislaman di nusantara dua dasawarsa terakhir yakni dari era Sembilan puluhan sampai dua ribu sepuluan sampai sekarang memang cukup unik dan menarik. Dibilang unik karena setiap fase waktu selalu ada tokoh atau kejadian yang berulang-ulang hanya saja tokohnya yang berganti atau berbeda namun substansinya sama.

Menjadi menarik karena peristiwa keislaman, kenegaraan dan kebangsaan di Indonesia selalu menjadi catatan atau sorotan dunia internasional, selain karena Indonesia termasuk negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar juga merupakan Negara dengan jumlah penduduk yang sangat besar selain India, Cina dan Amerika.

Pernyataan terakhir dari seorang Menag RI di era presiden Jokowi dan wakil presiden Jusuf Kalla ialah menyatakan bahwa Indonesia siap menjadi kiblat pendidikan Islam di dunia. Disisi lain Indonesia juga sedang diuji dan disorot oleh dunia terutama Amerika dan sekutunya dengan hadirnya sebuah organisasi yang menamakan dirinya ISIS.

Ummat Islam dan kita seolah-olah sedang diperebutkan atau dibenturkan antara satu dengan yang lainnya. Dalam kontek ke-Indonesia-an disodorkan isu-isu keagamaan dan pluralism atau toleransi antar sesama komponen anak bangsa, antara skulerisme, islamisme dan idiologi-idiologi lainnya yang dimungkinkan bisa tumbuh secara sah di Indonesia.

Padahal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Indonesia sudah jelas menganut semboyan yakni Bhineka Tinggal Ika, meskipun ada pengecualian faham atau idiologi seperti komunis yang jelas-jelas bertentangan dengan jiwa dan falsafah bangsa Indonesia kita, ada dasar bernegara yaitu Pancasila, ada bentuk Negara yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia serta landasan hukum berupa UUD 1945.

Pertanyaan mendasarnya bagi ummat Islam Indonesia adalah apakah dengan adanya empat pilar di atas hak dan kebebasan menjalankan ajaran (syariat) agama Islam lalu jadi terbatasi?  Atau hukum Islam yang mana yang masih belum bisa diterapkan yang disebabkan oleh adanya empat pilar di atas? Lalau apa solusinya dalam kontek berbangsa dan bernegara agar ummat Islam bisa menjalankan islammnya secara kaaffah?

Jawaban dari pertanyaan di atas tidak akan penulis jawab dalam kesempatan ini biarlah itu tugas mereka para pemimpin Negara dan pemerintahan di negeri ini yang lebih kompeten dan mempunyai kapasitas untuk membahasnya bersama seluruh komponen dan pemimpin organisasi islam, baik organisasi politik Islam maupun organisasi masyarakatnya.


Penulis hanya ingin berbagi pengalaman saja tentang fenomena keberagamaan dan keIslaman di Indonesia dari waktu ke waktu menuju pengamalan Islam yang lebih kaffah atau menyeluruh melalui gerakan social maupun pendidikan yang sudah pernah ada :

1.       Gerakan Peduli Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur’an

Gerakan ini ditandai dengan munculnya metode pembelajaran membaca dan menulis Al-Qur’an, selain dari metode klasik yang sudah ada sebelumnya seperti metode Al-Baghdadi atau Bagdadiyah, maka selanjutnya mulai muncul inovasi dan kreativitas dari para praktisi dan ahli pendidikan Al-Quran. Maka hadirlah yang namanya buku metode Qiroati, buku metode Iqro, buku metode Al-Barqi, dll.

Tidak berhenti sampai di situ, buku metode pembelajaran baca dan tulis Al-Quran terus berdatangan seperti ada metode A Ba Ta sta, metodeUmmi, Al-Taisir, Yanbu’a, At-Thariq, As-Syafi’I dll. Beragamnya metode yang hadir menjadi kekuatan tersendiri bagi umat Islam Indonesia. Di Arab Saudi sendiri terutama di Masjidil Harom sebagai kiblat umat Islam, metodenya hampir sama seperti Bagdadiyah.

2.       Gerakan Tamana Pendidikan Al-Qur’an atau Taman Al-Qur’an

Gerakan ini ditandai dengan hadirnya TPA-TPA yang berada di bawah koordinasi BKPRMI (Badan Koordinasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia) yang berpusat di Istiqlal. Gerakan ini diperkuat dengan sokongan berbagai pihak dan komponen masyarakat. Sehingga TPA tumbuh subur di nusantara baik yang dikelola sendiri oleh masyarakat maupun yang berada di bawah BKPRMI.

Kehadiran TPA ini sempat hampir “menggeser” peran madrasah diniah awaliyah yang sudah ada sebelumnya. Di beberapa tempat seperti di Masjid Al-Furqon Prumnas Klender MDA berubah bentuk menjadi TPA. TPA tumbuh pesat seiring dengan dicetaknya buku metode Iqro secara massif dan memasyarakat, dan TPA menjadi tempat berkembangnya buku metode Iqro’.

3.       Gerakan Gemar Mengaji dan Membaca Al-Quran

Di masa pemerintahan Presiden SBY dan Wapresnya Boediono, menteri agama pada waktu itu Surya Darma Ali pernah melaunching “Gerakan Maghrib Mengaji”,  yakni gerakan untuk mengisi waktu yang utama (prime time) antara maghrib sampai Isya dengan mengaji, baik di rumah, di TPA, di Musholla atau di Masjid serta dimana saja.

Di pihak lainnya yakni di masyarakat tumbuh juga kesadaran baik dengan sendirinya maupun karena gerakan yang dicanangkan oleh kemenag pada waktu itu. Maka hadirlah komunitas-komunitas pengajian  seperti One Day One Juz (ODOJ), Majalis Rosululah dll. Komunitas ini hadir sebagai bagian dari penyelamatan generasi muda Islam agar mengaji tidak berhenti sampai di TPA saja.

4.       Gerakan Memahami, Mengamalkan dan Menghafalkan Al-Quran


Dalam hal pengamalan dan menghafal Al-Quran, gerakan yang muncul ke permukaan ada gerakan One Day One Line (ODOL) dalam bidang menghafal Quran, Komunitas Belajar Bahasa Arab dan Tafsir, dan komunitas yang terbaru ini adalah yang dilaunching pada tangal 27-28 Desember 2014 di Masjid Istiqlal. Komunitas itu bernama KUTUB (Komunitas Tahajud Berantai). Tokoh yang tampil antara lain DR. Amir Faisal Fath, Imam Masjid Istiqlal KH. Mustofa Ya'kub, dll.

Jika difahami secara filosofisnya, mengapa tahajud harus ada komunitasnya ? padahal Tahajjud itu ibadah yang bersifat individu dan bukan sesuatu yang wajib, maka jawabannya dikembalikan kepada konsep pemahaman dan pengamalan Al-Qur’an itu sendiri. Allah berfirman dalam Al-Qur’an “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajjud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu” (Al-Isro : 79)



Dengan gerakan saling mengingatkan secara berantai dan berjamaah baik melalui media social, HP atau Watshup maka amalan yang mulia ini bisa terlaksana dengan baik dan sempurna (insya Allah).  Dan ternyata untuk mengamalkan Islam secara kaffah itu harus dimulai dari diri umat Islamnya dulu masing-masing, lalu di dalam berkeluarga, bermasyarakat dan berbangsa dan bernegara.

Selain dengan pertimbangan tadi di atas, saling mengingatkan tahajud secara berantai juga merupakan perintah Allah dan ajaran/anjuran dari nabi kita Rosulullah Muhammad SAW. Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman “Dan perintahkanlah keluargamu melaksanakan shalat dan sabar dalam mengerjakannya” (Thoha : 132). Dalam hadits digambarkan Allah akan memberkahi suami yang membangunkan istrinya atau sebaliknya istri yang membangunkan suaminya untuk shalat malam.

Maka pengertian berantai ini bisa memiliki 3 arti atau lebih yakni berantai diantara sesame anggota keluarga, berantai diantara tetangga yang ada baik melalui speaker masjid atau alat komunikasi lainnya, maupun berantai diantara sesame komunitas yang ada seperti komunitas tahajud berantai (KUTUB).



5.       Gerakan Mendakwahkan dan Memasyarakatkan Nilai Islam dan Al-Qur’an

Gerakan ini seharusnya bukan hanya menjadi tugas para Ustadz para Kiyai atau para Muballigh saja, atau hanya tugas dari lembaga pendidikan saja, atau lembaga keislaman saja seperti lembaga dakwah, majelis taklim, masjid dan musholla saja, tetapi harus menjadi tugas semua umat Islam. Jika tugas amar ma’ruf dan nahi munkar ini sudah berjalan dengan baik pada setiap umat Islam, maka keberkahan dan kebaikan akan hadir di tengah-tengah masyarakat.

Allah SWT berfirman “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa  yang telah mereka kerjakan” (Al-A’raf : 96)

Semoga dengan hadirnya gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang ada di negeri ini lebih membawa kemashlahatan dan kesejahteraan bagi umat manusia pada umumnya dan bangsa Indonesia pada khususnya dan menjadi rahmat bagi semesta alam, bukan membawa keburukan, fitnah apalagi menjadi penyeru kepada kekerasan/kedzaliman yang berujung pada prilaku terror atau ketidak adilan apalagi menjelma menjadi organisasi “teroris”, na’udzubillahi min dzalik. Wallahu a’lam [DM].

Penulis adalah anggota Komunitas ODOJ Unit 6 Group 345

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 MAJALAH INTAJIYAH.