Selasa, 09 Februari 2016

Filled Under:

Apresiasi Sang Guru Ngaji Kepada Film Religi "KETIKA MAS GAGAH PERGI" KMGP Oleh Salim A. Fillah


MALU PADA SI GANTENG
-dan berjuang menjadi gagah-
@salimafillah

Saya tercenung-menung membayangkan lika-liku hidup lelaki ganteng itu. Dia mengalami begitu banyak hal di masa lalu yang mungkin, -bagi ukuran psikologi kita hari ini-, dapat menjadi pembenaran untuk kelak berperilaku menyimpang.

Pertama; saat masih menjadi bocah kecil, sibling rivalry (persaingan antar saudara) di dalam keluarganya telah amat parah. Dengki kakak-kakaknya pada dirinya begitu tinggi. Kebencian pada adik sendiri itu meruyak menjadi permufakatan yang amat jahat.

Kedua; dia mengalami percobaan pembunuhan yang amat sadis, dilempar ke dalam sumur menjelang senja. Bayangkan sosok mungil itu direnggut dari Ayah & Bunda yang menyayanginya, terluka, sendirian, sempit, gelap, sunyi. Pengalaman semacam ini amat memicu trauma. Claustrophobia (takut pada ruang sempit tertutup) dan Auchlophobia (takut pada gelap) dapat menjadi gejala yang membayangi hidupnya.

Ketiga; dia menjadi korban human trafficking (perdagangan manusia). Kafilah niaga yang tak sengaja menemukannya ketika mengulurkan timba ke dalam sumur bersegera menjualnya sebagai budak dengan harga amat murah.

Keempat; dia mengalami sexual abuse (kekerasan seksual) dari orang yang amat dihormatinya. Nyonya rumah yang muda & cantik itu mengurungnya di ruangan tertutup, menggodanya, & menarik bajunya hingga robek. Lalu ketika Sang Tuan pulang, wanita bertipudaya itu balik memfitnahnya.

Kelima; dia mengalami sexual harrasment (perundungan seksual); ketika dengan niat balas dendam atas pergunjingan para wanita bangsawan padanya, oknum istri pejabat yang menggodanya itu menghimpun sebuah perjamuan, memaksa sang bujang tampil dengan pesonanya di tengah mereka. Para wanita yang mengiris jari itu, memintanya melakukan 'sesuatu' yang dijawabnya, "Duhai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada melakukan apa yang mereka ajakkan padaku."

Keenam; kriminalisasi. Dia harus hidup dalam penjara bukan karena kesalahannya. Dari sebuah kehidupan bangsawan yang megah dan mewah dia dijerembabkan ke dalam sel yang sempit dan jorok. Dia menjalaninya dengan tetap berdakwah pada kawan sejerujinya.
Ketujuh; pengkhianatan. Kawan yang dinubu'atkannya akan bebas dan menjadi penuang minuman raja, telah dipesan agar menyebut tentang dirinya di hadapan sang penguasa demi tegaknya keadilan. Tapi kawan itu lupa. Bertahun-tahun lamanya.

Jikapun sampai di sini saja; bukankah cukup alasan baginya untuk merasa bahwa hidupnya hancur, untuk menyimpan dendam, untuk merasa dunia ini kejam, untuk menyalahkan berbagai pihak & hal, serta untuk melakukan sesuatu yang keji namun selalu ada pembenarannya?

Tapi si ganteng itu memang menakjubkan. Dia tampil untuk menjadi penyelamat negeri dari paceklik mematikan. Dia tampil menanggung amanah yang tak sanggup dipikul orang lain. Dia mampu mengampuni semua yang pernah berlaku buruk dan menjadi sebab segala jatuh bangun dan seak-seok hidupnya. Dia rangkul sebelas bintang, bulan, dan matahari yang hendak bersujud itu supaya bersatu dalam pelukan damai, silatil arham, dan kemaafan.

Si ganteng itu, Yusuf 'Alaihis Salaam.

Maka di awal hikayat Allah menyebut kisahnya sebagai "sebaik-baik ceritera". Maka di akhir penceritaan Allah menegaskan bahwa dalam sebaik-baik kisah itu terdapat 'ibrah, pelajaran bagi orang-orang yang mendalam pemahamannya.

Dan kita amat ingin belajar menjadi si ganteng yang amat gagah menghadapi segala ketentuan Allah pada dirinya. Gagah justru karena bersandar kepada Allah. Sebab kuat lemahnya seseorang tergantung siapa sandarannya.

Sepahit apapun hidup kita, segetir apapun pengalaman diri, separah apapun lika-liku yang kita lalui; Yusuf adalah hujjah Allah agar kita tetap gagah menghadapi hidup ini. Semua insan hidup dalam berbagai bentuk ujian. Barangkali bentuknya tak serupa. Pun pula kadarnya berbeda. Tapi hakikatnya tetap sama.

Kepada kawan-kawan yang diuji dengan SSA (Same Sex Attraction) misalnya, menarik mundur garis waktu mungkin memang membuat Anda menemukan pembenaran diri dan sesuatu yang dapat disalahkan. Tapi jalan yang gagah adalah untuk tetap kembali pada Allah, mendengarkan nurani, dan menyimak apa firmanNya tentang tetap nista dan buruknya jalan untuk jatuh ke dalam aktivitas LGBT.

Semua insan diuji baik ketika berhadapan dengan syubhat bagi fikirannya maupun syahwat bagi hawa nafsunya. Rekan-rekan yang normalpun diuji Allah dengan betapa maraknya perzinaan, dan betapa dahsyatnya 'aurat diumbar. Semua diuji, ketika di gadget kita, berpindah dari keshalihan pada kemunkaran hanyalah satu kali klik atau satu sentuh tap.
Maka dibanding mereka, ujian anda hanya ditambah satu hal lagi; bahwa goda-goda syaithani bukan hanya lewat lawan jenis, melainkan melalui yang jauh lebih dekat, lebih akrab, lebih samar, lebih liar, lebih menantang.

Maka jadilah gagah karena selalu terhubung kepada Allah. Jadilah gagah dalam fikir karena syubhat tentang keadaan kita telah disibak oleh Quran. Jadilah gagah dalam rasa karena syahwat yang hendak menarik kita dalam dosa telah selalu kita adukan dengan taubat nashuha dalam hening bersamaNya.

Dia yang memperjalankan Yusuf dalam sebaik-baik kisah, juga menjaminkan sebaik-baik akhir bagi yang berani bertarung untuk menaklukkan syahwat dan hawa nafsunya.
"Dan adapun orang yang takut pada keagungan Rabbnya dan mencegah diri dari hawa nafsunya; maka surgalah tempat tinggalnya." (QS An Naazi'aat [79]: 40-41)

Selamat berhijrah. Selamat berjihad. Selamat menjadi gagah dengan bersandar kepada Allah. Dan selamat menonton "Ketika Mas Gagah Pergi", ‪#‎kmgpthemovie‬, yang di dalamnya ada pesan Mas Fisabilillah untuk "Move on! Moving on where? To what Allah say yes! Yes untuk sesuatu yang lebih baik!"

Sumber : FB Salim A. Fillah

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright @ 2013 MAJALAH INTAJIYAH.