Jika ingin mengukur indikator keimanan dan kesejahteraan suatu keluarga atau masyarakat, maka ibadah Qurban bisa menjadi salah satu indikatornya. Hal ini bisa diambil cermin pelajarannya dari kisah Ibrahim AS dan Ismail AS sebagai salah satu profil keluarga teladan yang sukses. Dikisahkan oleh khotib jumat (29/7) dalam sejarah bahwa nabiyullah Ibrahim AS berqurban setiap tahun sekitar 1000 ekor kambing, 100 ekor sapid an 10 ekor unta.
Qurban ialah binatang yang disembelih guna ibadah kepada Allah pada Hari Raya Haji atau Idul Adha, dan tiga hari kemudian (Tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah ). Hukumnya sebagian ulama berpendapat bahwa qurban itu wajib, dan sebagian lainnya berpendapat sunat. Alasan yang berpendapat wajib adalah sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Kautsar (108) ayat 1 dan 2 :
“Sesungguhnya Kami telah memberi engkau (Ya Muhammad) akan kebajikan yang banyak, Sebab itu shalatlah engkau (pada hari raya Haji) karena Allah dan sembelihlah qurban (Al-Kautsar, 1-2)”
Serta hadits Rosulullah yang berbunyi : Dari Abu Hurairah RA, Telah bersabda Rosulullah SAW : “Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah)
Sedangkan alasan yang berpendapat bahwa qurban itu sunat ialah Sabda Rosulullah SAW : “Saya disuruh menyembelih qurban dan qurban itu sunat bagi kamu” (H.R. Tirmidzi). Serta sabda Rosulullah SAW yang berbunyi : “Diwajibkan kepadaku berqurban, dan tidak wajib atas kamu” (H.R. Daruquthni)
Terlepas dari perbedaan pendapat ulama bahwa Qurban itu wajib atau sunat namun kalau kita cermati bahwa ibadah qurban itu waktunya bersamaan dengan prosesi perjalanan ibadah haji yaitu ketika saudara-saudari seiman dari seluruh dunia sedang berkumpul di tempat yang sama dan dalam waktu yang sama yaitu pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah di tanah suci Makkah Al-Mukarromah.
Dimana ibadah haji adalah ibadah yang berupakan rukun islam yang kelima, ibadah yang membutuhkan persiapan ekstra baik harta, tenaga, raga bahkan jiwa. Sedangkan bagi kita yang belum siap secara harta, tapi secara fisik sudah siap, begitu juga sebaliknya, mereka yang sudah siap secara harta tapi belum siap secara jiwa dan raganya maka keimanan dan ketaqwaan itu harus direaisasikan dalam kehidupan nyata yakni dengan melaksanakan ibadah kepada Allah.
Dan selama sepanjang tahun kita telah dibina, dididik, didauroh oleh berbagai macam ibadah agar kita menjadi muslim yang kaffah, dimulai dari ibadah yang bersifat hati dan lisan yaitu Syahadat sebagai rukun islam yang pertama, ibadah yang bersifat hati, lisan dan anggota badan yaitu Shalat sebagai rukun islam yang kedua, kemudian zakat, infaq dan sedekah sebagai ibadah yang berupa harta/maal, puasa Ramadhan dan puasa sunnah lainnya ibadah yang banyak melibatkan jiwa serta raga agar kita menjadi orang yang bertaqwa.
Pada akhirnya Allah berfirman dalam al-quran surat Al-Hajj (22) ayat 37 : “Daging (hewan qurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah dia menundukkannya untukmu agar kamu mengangungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (Al-Hajj : 37) Wallahu a’lam.
Sumber : Kompasiana
0 komentar:
Posting Komentar