(Gambar Ilustrasi : Pengawas UPTD TK-SD Tambun Selatan dan Kepala SDIT TBZ)
Jika kita telusuri apa yang menjadi obsesi setiap manusia,
maka kata kunci yang akan masuk dalam kategori pilihannya ialah mereka
mengharapkan kehidupan atau hidup yang bahagia, sukses dan sejahtera. Maka kita
jadi teringat dengan istilah Norma Keluarga kecil Bahagia dan Sejahtera yang
pernah dikembangkan oleh pemerintah pada zaman orde baru dulu.
Gerakan tersebut pada dasarnya sangat bagus karena memiliki
empat macam tujuan yaitu :
1.
Tercapainya seluruh calon pasangan keluarga
(laki-laki dan perempuan) kawin pada usia yang ideal. Usia yang ideal tersebut
diartikan sebagai cermin kelayakan secara fisik, mental dan spiritual. Serta
layak untuk melangsungkan perkawinan yang sah untuk menjadi keluarga sebagai
unit terkecil dari masyarakat.
2. Tercapainya jumlah anak yang ideal bagi seluruh
keluarga dan masyarakat.
3.
Tercapainya kelangsungan dan keharmonisan
kehidupan berkeluarga.
4.
Tercapainya peningkatan kreativitas dan
produktivitas dalam rangka meningkatkan derajat hidup dan kehidupan keluarga
Apa yang kurang dari program Orde Baru tersebut? Apakah dari
sisi pelaksananya atau programnya. Kemungkinan dari sisi pelaksananya, orientasi
program bukan semata-mata proyek atau anggaran tapi substansi dari program itu
sendiri harus mengena dan menyentuh kalbu masuarakatnya, namun di sisi lain kita
menyadari bahwa tidak semua yang ada di masa orde lama atau orde baru itu buruk
atau rendah. Apakah itu? ya itulah menyangkut kebahagiaan, kesejahteraan dan
kesuksesan baik dimensi dunia maupun akhirat.
Mengapa bahagia? mengapa sejahtera? mengapa sukses? Karena ketiganya
menjadi harapan dan obsesi setap insan. Siapa sih yang tidak mau hidupnya
bahagia, sejahtera dan sukses. Mungkin itu juga yang menjadi alas an mengapa
KH. Noor Ali pahlawan nasional asli dari Bekasi yang mengubah nama kampungnya yaitu
dari mulanya Ujung Malang menjadi Ujung Harapan Bahagia.
Atau mungkin juga yang menjadi alasan mengapa dulu ada nama
partai yang karena sebab tertentu tidak memenuhi elektrolal tresholt atau
parlemantary tresholt menambahkan satu kata di belakangnya yaitu kata
Sejahtera. Bahkan belakangan ia juga membangun konsep ketahanan keluarga
melalui gerakan Pos Ketahanan Keluarga atau melalui wadah Rumah Keluarga
Indonesia (RKI).
Apa artinya memiliki pendidikan yang tinggi apabila tidak
mampu membahagiakan keluarga, tidak mampu mensejahterakan diri dan pada
akhirnya tidak sukses. Pendidikan yang ada sekarang mau tidak mau, suka atau
tidak suka harus mampu menghadirkan kebahagiaan untuk semuanya, bukan hanya
guru atau pendidik, murid atau peserta didik tetapu juga tenaga
kependidikannya, orangtuanya dan masyarakatnya. Baik masyarakat internal atau
civitas akademikanya maupun eksternal.
Ajaran semua agama pasti mengajarkan ketiga nilai di atas,
hanya filosofis, cara dan bentuknya yang berbeda. Islam mislanya selalu
mengajarkan bahkan setiap hari diajarkan bahkan lima kali setiap hari yaitu
dengan ungkapan yang ada dalam lafadz adzan : “hayya alasholah, hayya ‘alal
falah”. Mari menuju shalat, mari menuju
kebahagiaan. Tidak dipungkiri lagi bahwa di dalam syariat atau nilai ritual shalat
terkandung makna, hikmah atau fadhilah yang ada di dalamnya ada nilai
spiritual.
Maka tak heran jika salah satu butir doa nabiyullah Ibrahim Ibrahim
sebagai bapaknya para nabi dan rosul 1500 tahun lebih yang lalu ialah “Robbij’alni
muqimasholah wamin dzurriyatina”. Ya Allah jadikanlah kami pendiri ibadah
shalat dan juga keturunanku. Ya allah kabulkan doaku ini. Itulah yang diajarkan
oleh nabiyullah Ibrahim As kepada kita.
Saat
ini kita dihadapkan pada beragam konsep, metode dan media pendidikan yang
beragam. Seiring dengan tuntutan demokratisasi di segala bidang kehidupan tak
terkecuali dalam bidang pendidikan, maka diperlukan suatu kejelian terutama bagi
orangtua/wali murid untuk memilah dan memilih lembaga pendidikan yang ada. Lalu pertanyaan berikutnya pendidikan yang bagaimana yang
akan membawa kebahagiaan, kesuksesan dan kesejahteraan itu?
1.
Pendidikan yang tidak mempertentangkan antara
ayat suci dan ayat konstitusi
2.
Pendidikan yang tidak hanya bicara revolusi
mental tapi juga konstitusi moral
3.
Pendidikan yang tidak hanya focus kepada moral
dan karakter tapi juga ritual dan spiritual
Penjelasan lebih lanjut tentang tiga ciri pendidikan di atas
akan hadir pada artikel kami selanjutnya selamat membaca, semoga bermanfaat. Wallahu
a’lam. [DM]
0 komentar:
Posting Komentar