(Menteri Pendidikan dan Kebidayaan RI, Anies Baswedan)
Rapat kerja (raker) perdana antara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) dengan Komisi X DPR RI sedianya digelar Rabu (21/01/2015) lalu. Setelah ditunda beberapa hari, akhirnya rapat tersebut digelar hari ini, Selasa (27/01/2015) siang, membahas renstra pendidikan dan beberapa pokok bahasan lain.
Rapat yang dipimpin oleh Teuku Riefky Harsya ini diikuti oleh 49 anggota Komisi X dan para pejabat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Agenda rapat kali ini diawali dengan sesi paparan dari Mendikbud Anies Baswedan yang berisi rencana strategis (renstra) Kemendikbud lima tahun ke depan dan pokok bahasan strategis lainnya. Pokok bahasan tersebut di antaranya tindak lanjut ikhtisar hasil pemeriksaan semester 1 BPK RI tahun 2014, Kurikulum 2013, ujian nasional, BSM/KIP, RUU Kebudayaan, RUU Sistem Perbukuan, dan pemisahan pendidikan tinggi.
Setelah mendengarkan paparan, anggota Komisi X diberi kesempatan untuk menyampaikan tanggapan dan pertanyaan kepada Mendikbud. Hampir seluruh anggota menyampaikan masukannya.
Sejumlah hal menjadi perhatian anggota dewan. Pertama adalah tentang data pendidikan. DPR mendorong agar Mendikbud memperkuat data pendidikan. Kedua, salah seorang anggota dewan menyatakan persetujuannya tentang rencana wajib belajar 12 tahun yang menjadi nawacita pemerintahan Presiden Joko Widodo. Namun demikian, ia mengingatkan agar pemerintah menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.
"Jangan sampai ada gap lg antarkabupaten. Di pendidikan menengah jangan sampai ada gap seperti di pendidikan dasar. Dengan wajib belajar semua warga harus mendapat pendidikan," tuturnya.
Masukan ketiga adalah mendukung wacana pembentukan Ditjen Guru. Anggotan dewan meminta kepada Mendikbud untuk segera mewujudkan hal tersebut.
Selain tiga masukan di atas, ada pula terkait keputusan Mendikbud yang berkirim surat langsung kepada seluruh kepala sekolah terkait penggunaan Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Akibatnya, banyak kepala daerah yang tidak mengetahui keputusan penggunaan dua kurikulum di sekolah.
Dari sisi ujian nasional, anggot dewan mengritisi tingginya biaya logistik UN. mengusulkan UN tidak perlu dilakukan setiap tahun. "Biayanya mahal, hampir Rp600 miliar per tahun," kata salah seorang anggot dewan.
Mendengar berbagai masukan dari anggota Komisi X, Mendikbud Anies Baswedan menyampaikan apresiasi dan jawabannya. Salah satu jawaban yang ia sampaikan adalah terkait biaya UN. Mendikbud mengatakan, biaya ujian nasional setiap anak terbilang sangat kecil. Rp80 ribu per anak. Nominal tersebut jika dibagi lagi per mata pelajaran (untuk enam mata pelajaran) menjadi lebih kurang Rp12 ribu. "Kalau dilihat jumlahnya besar, karena jumlah anak yang ikut ujian itu banyak," katanya.
Ia menambahkan, untuk mendapatkan pemetaan dari hasil belajar siswa, maka harga Rp80 ribu per anak tidaklah besar. Apalagi, kata dia, hasil UN tidak hanya digunakan oleh pemerintah untuk pemetaan tapi juga oleh siswa itu sendiri.
Raker perdana Mendikbud dan Komisi X DPR berlangsung selama tujuh jam. Dari hasil pembahasan kali ini, masukan dari anggota Komisi X menjadi catatan bagi Kemendikbud untuk melakukan perbaikan pendidikan ke depan.
Sumber : Fb. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI